Rabu, 28 Desember 2011

Sepintas Jalan Kehidupan Mas Nanang

Saryoto, atau yang lebih dikenal dengan Mas Nanang ini merupakan "cowok manis" (menurut temen-temen di sekitarnya) yang dilahirkan 23 tahun lalu di sebuah desa kecil yang bernama Tapung Jaya. Anak ketiga dari empat bersaudara ini memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk bisa membahagiakan orang tua. Nanang sekarang adalah seorang Mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta di Pekanbaru Provinsi Riau. Mahasiswa FKIP UIR Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia ini sekarang berada di semester akhir.
Masa kecil Mas Nanang dihabiskan di kampung kelahirannya bersama keluarga. Mulai dari awal sekolah, yaitu TK, SD, SMP, dan SMA hidup bersama keluarga yang sederhana. Pemilik rambut cepak lancip ini awal pendidikannya TK dan SD berada di desanya yaitu TK PRANITA dan juga SDN 22 Tapung Jaya (pada masa itu, sekarang SDN ... Tandun). Semudian setelah beranjak dewasa, melanjutkan di SMP N 3 Dayo yang terletak 5.000 meter dari rumahnya. setelah selesai studi di SMP, dia kembali meneruskan sekolahnya di SMAN 1 Ujungbatu yang merupakan SMA terfavorit di daerah itu pada masa itu tentunya. Setelah selesai SMA, melanjutkan kuliah di TEKNIK SIPIL UNRI 2006 pada saat itu karena ikut PBUD konon orang yang jadi Mahasiswa PBUD itu adalah "anak pinter" tapi ternyata .... (hehe) di D.O. karena sibuk "pacaran" hahahahahahahahaha 
Lanjut lagi, saryoto ini sangat mamiliki hobi berorganisasi dan sangat menentang dengan apapun bentuk dan namanya KKN. Karena sangat merugikan khalayak ramai (yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin) akhirnya rakyat banyak yang menderita. sehingga dia sangat menentang Korupsi........

Minggu, 11 Desember 2011

GALAU

Sakit yang aku rasa, kau takkan merasa
Luka yang ada, kau tak akan mengira
Hati ini menangis, kau juga takkan menggubris

Kasih,
Mungkin cukup sampai disini
Merasakan air mata mendera
Aku bukan hamba yang tak berjiwa
Aku juga bukan diri yang tak berhati

Aku sakit,
Apa kau pernah tahu?
Apa kau pernah merasa?
Apa kau juga pernah mengiba?
Apa ku pernah terjaga?

Mungkin
Disaat jiwa tiada lagi bersama raga
Ketika hati telah mati
Waktu aku tak ada lagi di atas bumi

Rabu, 07 Desember 2011

Keraguan CINTA

Cinta adalah sesuatu yang selalu aku rasakan, karena aku manusia biasa yang memiliki rasa cinta. Tidak ada manusia terlahir tanpa rasa cinta. Mulai dari lahir, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua, manula, dst hingga mati pun kita akan tetap merasakan apa itu cinta. Dan cinta itu adalah ENTAHLAH.

Sabtu, 03 Desember 2011

Antara Danau dan Gelas

Seorang guru sufi bertemu dan berdialog dengan seorang muridnya yang belakangan selalau tampak murung.

"Kenapa kau selalu murung ? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah syukurmu? " sang Guru bertanya.

"Guru, akhir-akhir ini hidupku penuh dengan masalah. Sulit bagiku untuk
tersenyum. Masalah terus berdatangan seakan tak ada habisnya, " jawab sang murid.

Sang Guru tersenyum, "Nak, ambillah segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."

Si murid beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

"Coba ambillah segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit."

Walau tak mengerti si murid pun melakukannya. Wajahnya meringis karena meminum air asin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.

"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah masih meringis.

Sang Guru tersenyum, "Sekarang kau ikut aku."

Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. Samapi di danau, sang Guru berkata, "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."

Tanpa bertanya dan bicara, si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau.

Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tidak sopan meludah di hadapan gurunya.

"Sekarang, coba kamu minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar di pinggir danau untuk didudukinya.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, lalu menuangkannya ke mulutnya dan meminumnya.

Saat air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil menyeka bibir dengan punggung tangannya. Air danau itu segar dan menghilangkan rasa asin di mulutnya.

"Terasakah asin garam yang kamu tebarkan tadi?"

"Sama sekali tidak," kata si murid sambil kembali mengambil air dan meminumnya.

Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya dan membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

Setelah muridnya selesai minum, sang Guru berkata, "Nak, segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang
dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari luasnya hati yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah menjadi gelas. Jadikan hati dalam dadamu itu seluas danau."